Foto: dok. pribadi
Perasaan ini, kok, rasanya teriris, ya, jika melihat sebuah buku yang kurang mendapat perhatian. Apalagi ketika tahu alasan di balik kekurangperhatian itu adalah judge terhadap buku tersebut. Pernah, kan, mendengar seseorang mengungkapkan ketidaksukaannya pada sebuah buku? Dibilang jeleklah, tidak menariklah, isinya murahanlah, dan sebagainya, dan sebagainya. Halooo, seandainya buku itu manusia seperti kita, jangan kaget kalau dia akan membawa masalahnya kepada yang berwajib, melaporkan tindakan tidak menyenangkan yang dialaminya, lho, ya.
Perasaan ini, kok, rasanya teriris, ya, jika melihat sebuah buku yang kurang mendapat perhatian. Apalagi ketika tahu alasan di balik kekurangperhatian itu adalah judge terhadap buku tersebut. Pernah, kan, mendengar seseorang mengungkapkan ketidaksukaannya pada sebuah buku? Dibilang jeleklah, tidak menariklah, isinya murahanlah, dan sebagainya, dan sebagainya. Halooo, seandainya buku itu manusia seperti kita, jangan kaget kalau dia akan membawa masalahnya kepada yang berwajib, melaporkan tindakan tidak menyenangkan yang dialaminya, lho, ya.
Sebuah
buku, semurah apa pun dia, sesederhana apa pun dia, pasti melewati lika-liku
kehidupannya yang panjang dan penuh kerikil tajam di sana sini. Jangan
bayangkan si penulis buku gampang menerbitkan bukunya begitu saja. O, tidak.
Penulis itu berjuang lahir batin untuk menelurkan sebuah buku, yang nantinya bakal menuai aneka
ragam pandangan orang.
Proses
kreatif yang mengawali kelahiran sebuah buku tidak semudah membalik telapak
tangan. Ada kerja keras penulis, ada campur tangan editor, ada sentuhan cantik
ilustrator, ada kelihaian desainer, dan ada kelincahan strategi tim pemasaran.
Ketika telah lahir pun, campur tangan si
penjual ada di dalamnya. Tidak menutup kemungkinan hadirnya orang yang kita
sayangi turut bekerja dalam perjalanan panjang sebuah buku. Bisa jadi, kan,
Ayah melihat sebuah buku yang menurutnya bagus dan menghadiahkannya untuk kita?
Bagus
atau tidaknya isi sebuah buku, itu relatif. Ibarat seorang ibu yang punya anak
laki-laki, pasti akan mengatakan kalau anaknya itu paling ganteng sendiri di
dunia. Sebuah buku pun akan dibilang bagus oleh seseorang dan mungkin akan mendapat cela oleh
yang lain. Jadi kalau menemui sebuah buku kurang bagus menurut kita, ya,
sudahlah, letakkan, dan cari buku lain yang sesuai selera kita sehingga sebuah
buku bisa kita bilang bagus isinya. Sederhana, bukan?
Menghargai sebuah buku juga berarti menghargai fisik buku tersebut. Jangan
segan-segan memberinya baju alias disampul yang rapi. Cover buku-buku sekarang memang kebanyakan berlaminasi. Namun tidak ada
salahnya, kan, kalau kita memberinya baju sebagai bentuk kepedulian akan kehadirannya
dalam hidup kita. Berdasar pengalaman, sampul akan melindungi buku kita dari segala macam kotoran.
Buku
bisa sebal dan risih jika sudut-sudutnya keriting atau melengkung. Coba perhatikan peletakan
bukunya, sudah benar atau belum? Kalau mau bukunya berdiri, ya, berdirikan dengan tegak. Kalau mau dibuat telentang, ya, aturlah agar buku itu
nyaman. Hindarilah mengaturnya bruk-brukan. Juga jangan tergesa-gesa memasukkan sebuah buku ke dalam tas, apalagi tasnya
penuh, sehingga buku akan kesakitan dipaksa masuk dengan sudut-sudutnya
berdesakan.
Lembar-lembar
dalam buku menguning? Itu pasti karena lembab. Kenapa tidak disisipkan saja
silika gel di dalamnya atau taburkan silika gel dalam rak buku? Buku akan
terhindar dari kelembapan dan pastinya tidak dikencingi kecoak. Kalau bingung cari
silika gel, minta saja ke mbak-mbak di apotek. Di sana banyak silika gel bekas
pengawet obat yang tidak dimanfaatkan.
Bosan
dengan sebuah buku? Tidak suka isinya? Atau rak buku sudah tidak mampu
menampung buku-buku baru yang lebih menarik? Please, jangan dibawa ke DPA, ya. Dewan pertimbangan agung alias
tukang rombeng. Lihat sekitar. Masih banyak yang membutuhkan buku namun tidak
mampu membelinya. Sumbangkan saja kepada sekolah anak-anak, ke taman bacaan, ke
panti asuhan, atau ke seseorang yang kita kenal sebagai kutu buku. Dijamin,
buku-buku akan mendapat tempat di hati mereka. Buku akan merasa dirinya
berharga jika masih terus dibutuhkan. Gak dapat uang, dong, kalau disumbangkan?
Hari gini gak mau nyumbang? Ck, ck, ck.
Menghargai
sebuah buku itu tidak hanya menghargai proses kelahirannya atau fisiknya saja.
Dua-duanya, ya. Coba renungkan. Sejelek-jeleknya buku yang tidak kita suka,
masih ada ilmu dan pengalaman yang kita peroleh dari dalamnya, bukan? Yuk, kita belajar menghargai sebuah buku dimulai dari detik ini, ya!***
2 komentar
Setuju, Mbak Eni. Buku adalah gudang ilmu. Benar bahwa tidak semua orang merasa berkepentingan dgn buku. Tapi bayangkan dunia tanpa buku. Kebodohan menguasai dunia. Ngeri 😱
Tanpa kita sadari, buku sudah membawa kita melanglang buana juga, ya.
EmoticonEmoticon