Sabtu, 04 November 2017

Merayakan Pentigraf

Tags

Menjadi pentigrafis, sungguh luar biasa. Dan berkesempatan berbagi proses kreatif bersama dalam Ngaji Sastra di Pusat Bahasa Unesa, pada Selasa, 19 September 2017 lalu, merupakan karunia.


                                                      Presiden Kampung pentigraf sedang menguraikan arti pentigraf                                                       


Kegiatan Ngaji Sastra kali ini merayakan kelahiran kitab pentigraf, berjudul Dari Robot Sempurna sampai Alea Ingin ke Surga. Kitab Pentigraf merupakan buku antologi Pentigraf, cerpen tiga paragraf, yang menampilkan 175 pentigraf karya 46 cerpenis dari berbagai daerah. Salah satunya adalah TKW yang saat ini masih berada di Hongkong.

Menurut DR. Tengsoe Tjahjono, penggagas pentigraf, yang kemudian disebut sebagai Presiden Kampung Pentigraf Indonesia, cerpen tiga paragraf ini merupakan cerita yang utuh. Sama halnya dengan cerita  pada umumnya, elemen-elemen cerita seperti tema, alur, tokoh, dan latar disatupadukan dengan baik. 

                                                       Mendapat kesempatan membacakan pentigraf karya sendiri


Kampung Pentigraf Indonesia dibentuk sebagai wadah bagi para sastrawan dan siapa pun yang ingin belajar menulis pentigraf. Mereka-mereka yang menulis pentigraf ini menyebut dirinya sebagai pentigrafis. Pentigrafis yang hadir dalam Ngaji Sastra dan membacakan karyanya adalah Rakhmat Giryadi dengan pentigrafnya berjudul Cerita 3, BE Priyanti dengan Aroma Getah, dan Atik Herawati dengan Air langit. Masing-masing pentigraf yang dibacakan memiliki pesan tersendiri.

Berikutnya para pentigrafis berbagi proses kreatif mereka dalam menulis pentigraf. Ide bisa diperoleh dari mana saja, terlebih dari pengalaman pribadi. Ide tersebut tidak dituangkan mentah-mentah seperti curahan hati atau menulis berita. Ide dikelola menjadi sebuah cerita baru yang menarik dalam kemasan dan bahasanya. Pentigraf boleh diawali dengan memunculkan konflik atau solusi atau pengenalan karakter tokoh. Endingnya pun beraneka macam. Ada yang membahagiakan, ada yang menyedihkan, ada pula yang twist.

Dialog dalam pentigraf diminimalkan, diubah dalam bentuk narasi atau deskripsi. Namun, dialog diperlukan juga sebagai bumbu agar cerita tidak hambar sebagai kejutan tak terduga bagi pembaca.

                                                              Sebagian peserta Ngaji Sastra


Pentigraf itu semacam flash fiction yang mampu mengakomodasi keinginan sebagian orang yang ingin membaca namun tidak memiliki banyak waktu.  Dengan membaca satu cerita pendek, kurang lebih satu halaman saja, pembaca sudah bisa menikmati alur, karakter, dan pesan yang terkandung di dalamnya. Kelebihan lainnya adalah mampu menarik minat baca orang yang, maaf, malas membaca, malah membawa buku ini ke mana-mana untuk dibaca di sela-sela waktunya.

Semoga Kampung Pentigraf Indonesia terus berbenah memberikan bacaan yang terbaik dan menjadi wadah bertumbuhnya penulis-penulis andal. Selamat merayakan Pentigraf!***


Artikel ini dimuat di Harian Surya, 5 Oktober 2017. Kalau mau membaca yang versi koran tersebut, silakan
klik di sini .
Foto-foto oleh Tengsoe T/Dok. Pribadi.




4 komentar

aku masih mempelajari cara penulisan pentigraf ^_^

Tulis aja langsung, nanti akan terbiasa, Mbak.

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.


EmoticonEmoticon